Mydlin Venasha Hutomo

2101653873

Kota Semarang sebagai pintu gerbang Jawa Tengah dan kota terbesar ke-5, namun hanya sebagai kota transit. Kemudian, warisan budaya bangunan cagar budaya Kota Lama beberapa kosong, kurang terawat, bahkan rusak. Untuk mengatasi itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang berupaya untuk melakukan pengembangan, diharapkan hal ini dapat meningkatkan jumlah wisatawan di Kota Semarang. Pelestarian Kota Lama dan wisata kuliner dapat menjadi salah satu alternatifnya. Perancangan ini bertujuan untuk merancang interior pusat kuliner yang informatif dan edukatif, dan dapat mengembangkan kebudayaan Semarang, serta menggunakan adaptive reuse untuk menerapkan fungsi baru bagi bangunan heritage yang sesuai dengan peraturan “Undang-Undang No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Pasal 83”.

Design Statement yang digunakan untuk perancangan ini adalah “Laras Tok Panjang di Kota Lumpia”. Kata LARAS memiliki makna keserasian/kesesuaian antara unsur yang satu dengan dengan yang lain dalam satu kesatuan susunan. LUMPIA merupakan makanan khas, hingga Semarang dijuluki Kota Lumpia (Kusgiyanto et al., 2017), yang memiliki makna kemakmuran dan kekayaan. TOK PANJANG adalah tradisi makan bersama dengan berbagai suku dan agama untuk merayakan imlek di Semarang, yang memiliki makna kesetaraan dan kebersamaan. “Laras Tok Panjang di Kota Lumpia” memiliki makna terdapat berbagai keberagaman (elemen lama & baru adaptive reuse) namun tetap bersama, setara dan selaras untuk mencapai kemakmuran (kearifan lokal kuliner)

Elemen lama yang ingin ditampilkan dalam perancangan ini berupa penerapan adaptive reuse dengan menggunakan bangunan heritage di Kota Lama Semarang sebagai bentuk konservasi. Terlihat adanya penggunaan elemen lama yang masih dipertahankan seperti fasad bangunan, material batu bata, semen, serta kayu dalam desain perancangan ini. Untuk elemen baru direpresentasikan dengan penggunaan fungsi serta fasilitas baru yang dibutuhkan sebuah pusat kuliner.